RSS

Friday, January 7, 2011

Hukum dan Macam – Macamnya (!)


Seorang muslim yang ingin mempelajari ilmu Tauhid, maka ia harus mempelajari dan mengetahui terlebih dahulu tiga macam hukum, dengan pemahaman yang sempurna , sehingga jelas hubungan dan Perbedaan dari ketiga hukum tersebut. Artinya ilmu Tauhid tidak akan sempurna, bila tidak diikut sertakan pemahaman terhadap ketiga macam hukum itu, yaitu :
1.       Hukum Syara’ (Hukum Agama)
2.       Hukum adat (Hukum Kebiasaan)
3.       Hukum Akal (Hukum Ketetapan Akal )

Hukum ialah: ketetapan (pengakuan adanya) sesuatu, pada sesuatu yang lain atau meniadakan  (mengakui ketiadaan) sesuatu, pada sesuatu yang lain.1 Adapun pengertian hakim adalah ; yang menetapkan ada atau yang meniadakan sesuatu pada sesuatu yang lain, adakalanya hakim itu adalah, syâri’ ( Allah dan Rasul-Nya ), dan adakalanya hakim itu adalah, akal. Sedangkan hukum yang sangat berkaitan dengan ilmu Tauhid adalah, ketiga hukum diatas, yang uraiannya sebagai berikut :
            1. Hukum Syara’. Yaitu khitab ( titah ) Allah Ta’ala, yang berkenaan dengan perbuatan mukallaf ( muslim, baligh dan berakal ) berupa tuntutan dan pilihan , ( yang disebut dengan} hukum taklifiy  dan prosedural ( yang disebut dengan} hukum wadh’iy.2
Di dalam hukum taklifiy , ada empat macam  tuntutan, yaitu : tuntutan wajib , sunat, haram dan makruh. Sedangkan ibâhah (kebolehan) termasuk pada hukum yang bersifat pilihan, artinya ada hak memilih antara melakukan atau meninggalkan , seperti : minum air putih atau tidak.
            Berikut ini dijelaskan, Keterangan dari macam-macam hukum taklifiy:3
a.       Wajib adalah, sesuatu yang dituntut syara’, untuk dilaksanakan oleh mukallaf , dengan tuntutan yang pasti dan bersifat perintah, seperti : kewajiban shalat fardlu , puasa Ramadhan , mengeluarkan zakat dan segala yang diperintahkan secara tegas.
b.      Sunnat atau nadb adalah,  sesuatu  yang dituntut syara’, untuk dikerjakan melalui tuntutan yang tidak tegas dan bersifat anjuran, seperti : memberi salam, sholat tahiyyat al-masjid dan bersedeqah.
c.       Haram adalah, sesuatu yang dituntut syara’, untuk ditinggalkan ( dihindari ) melalui tuntutan secara pasti dan mengikat , karena ada larangan tegas, seperti : melakukan zina, membunuh dan memakan harta anak yatim secara zhalim.
d.      Makrûh adalah , sesuatu yang dituntut syara’, untuk ditinggalkan atau dijauhi, tetapi tidak dengan cara larangan yang pasti, hanya bersifat anjuran untuk tidak melakukannya, seperti : jangan minum berdiri , jangan menggosok gigi bagi yang berpuasa setelah zhuhur dan tidak melaksanakan sholat sunat mu’akad.
e.       Mubâh atau halâl adalah , sesuatu yang diserahkan syara’  kepada mukallaf, untuk melaksanakan atau tidak, artinya tidak ada tuntutan atau anjuran. Kata yang semakna dengan mubâh adalah, jâiz, halâl dan muthlaq. Sebab digolongkan mubâh ke dalam katagori hukum taklifiy, berdasarkan tasâmuh (toleransi) kebiasaan dan cenderung kearah pahala, bila diiringi dengan niat lillâh, seperti; tidur siang, makan sebelum lapar dan memohon bantuan sebelum terdesak.4

     Keterangan Hukum Wadhi’y
1.       Sebab adalah , sesuatu yang dijadikan syara’ sebagai tanda adanya hukum syar’iy, ada sebab menimbulkan ada hukum taklifiy dan tiada sebab maka tiada hukum.5 Misalnya , masuk waktu sholat fardhu zhuhur, menyebabkan wajibnya sholat zhuhur tersebut, berbuat zina menyebabkan wajibnya hukum had dan adanya kemampuan menyebabkan wajibnya naik haji.
2.       Syarat adalah , sesuatu yang tergantung padanya keberadaan suatu hukum syara’ dan ia berada diluar hukum tersebut, dengan ketiadaan syarat, maka hukumpun tidak ada. Misalnya , suci menjadi syarat bagi sahnya sholat, saksi nikah menjadi syarat bagi sahnya akad nikah dan haul ( tahun / musim ) menjadi syarat bagi wajibnya zakat mal.
3.       Mâni’ adalah , sesuatu yang dijadikan syara’ sebagai penghalang , dengan  keberadaannya,  maka  hukum  menjadi  batal.  Misalnya, haid menjadi mâni’ atas wajibnya sholat fardhu bagi wanita , nasab (mahram) menjadi māni’ bagi  sahnya nikah dan kekayaan menjadi māni’ bagi penerima zakat.
4.       Sah dan Batal. Kedua istilah ini, merupakan bagian dari hukum wad’iy, karena keduanya merupakan prosedur dari sebuah perbuatan. Sah adalah, amal ibadah atau sesuatu pekerjaan yang telah mencukupi syarat dan rukun.6 Batal merupakan kabalikannya, atau tidak cukup syarat atau rukunnya
5.       Rukhsah dan ‘Azimah . Keduanya  juga merupakan bagian dari hukum wad’iy, karena berkaitan dengan hukum prosedur, bukan yang berkaitan dengan tanggung jawab seorang mukallaf. ‘Azimah adalah, pekerjaan yang disyari’atkan tanpa mendapatkan keringanan, seperti sholat shubuh tetap dikerjakan dua reka’at, walaupun dalam keadaan musafir. Rukhsah adalah, amal ibadah yang mendapat keringanan , seperti sholat qashar dari Zuhur, Ashar dan Isya’  bagi yang musafir berubah jadi dua-dua reka’at


1 Ad-Dasuqi, Hâsyiah ad-Dasuki ‘ala Ummi al – Barahain, ( Beirut : Dar Fikr ) ,t.t, hlm: 32
2 Wahbah az-Zuhaili , Al-Wajïz Fi Ushûl Fiqh, ( Beirut ; Dar Fikr ), 1995 .hlm : 119
3 Nasroen Haroen , Ushul Fiqh I, ( Jakarta : Logos ) , 2001 , hlm : 250
4 Abdul Karim Zaidan, Al-Wajîz Fi Ushul Fiqh, ( Beirut : Dar Fikr ), 1993 , hlm :47
5 Ibid., hlm : 55
6 Rukun adalah , unsur atau bagian dari suatu pekerjaan , dengan ketiadaan rukun menyebabkan ketiadaan pekerjaan.

No comments:

Post a Comment